Senin, 26 September 2011

Mengangkat Tangan Dalam Berdoa Setelah Sholat

Sebagian orang mengatakan bahwa mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat adalah bid’ah (dholalah). Hal ini karena sempitnya pemahaman agama mereka. Mereka berpatokan bahwa semua yang tak ada contohnya dari Rasul adalah bid’ah dholalah, tanpa melihat dalil umum.
Jika mereka menerapkan dengan konsisten pola berfikir mereka, maka pastilah mereka membid’ahkan pula kebiasaan kaum Muslimin saat ini, termasuk mereka, ketika melepaskan alas kaki di luar Masjid. Tapi nyatanya mereka juga ikut menanggalkan alas kaki mereka di luar Masjid.
Lalu bagaimana dengan mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat ini? Apakah ia bisa dikatakan bid’ah dholalah? Ataukah ia merupakan sunnah?
Dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa Nabi berdoa setelah shalat. Mereka berkata, “Tetapi tidak diriwayatkan bahwa Nabi mengangkat tangan.” Tetapi ingat, dalam riwayat-riwayat itu juga tidak diriwayatkan bahwa Nabi tidak mengangkat tangan, dan tidak ada riwayat yang melarang mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat. Lalu pertanyaannya adalah: Apakah Nabi mengangkat tangan ketika berdoa setelah shalat?
Kita lihat dalil umum yang satu ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : إِذَا دَعَوْتَ اللَّهَ , فَادْعُ بِبَاطِنِ كَفَّيْكَ ، وَلاَ تَدْعُ بِظُهُورِهِمَا ، فَإِذَا فَرَغْتَ , فَامْسَحْ بِهِمَا وَجْهَكَ
Dari ibnu Abbas, berkata: Bersabda Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa sallam: “Jika engkau meminta (kebaikan) kepada Allah, maka mintalah dengan telapak tanganmu, dan janganlah engkau meminta dengan punggung kedua tanganmu. Jika telah selesai, maka usaplah dengan kedua telapak tanganmu itu akan wajahmu.” [Sunan ibnu Maajah no.1181,3866]
Mereka beranggapan bahwa Nabi tidak mengangkat tangannya dalam berdoa, kecuali ketika shalat istisqa, sehingga mengangkat tangan di luar shalat istisqa adalah bid’ah. Mari kita lihat atsar berikut ini:
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، قَالَ: كَانَ عُمَرُ يَقْنُتُ بِنَا بَعْدَ الرُّكُوعِ، وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ حَتَّى يَبْدُوَ ضَبْعَاهُ، وَيُسْمَعَ صَوْتُهُ مِنْ وَرَاءِ الْمَسْجِدِ
Dari Abu ‘Utsman (an-Nahdhi), berkata: ‘Umar (bin Khaththab) berqunut dengan kami setelah ruku’, dan mengangkat kedua tangannya sehingga tersingkap kedua dhob’anya. Dan terdengar suaranya dari belakang Masjid. [HR. Ibnu Abi Syaibah no.7041]
Dhob’a adalah lengan dari sikut sampai bahu. Artinya, Sayyidina Umar mengangkat tangannya dengan tinggi hingga lengan baju beliau turun dan tersingkaplah dhob’anya. Padahal itu adalah ketika berqunut dalam shalat Shubuh, bukan ketika istisqa. Dapatkah kita katakan bahwa Sayyidina Umar itu ahlul bid’ah? Tentu saja tidak.
Lalu apa makna hadits Anas bin Malik yang mengatakan bahwa beliau tidak melihat Nabi mengangkat tangannya ketika berdoa hingga terlihat ketiaknya yang putih, kecuali ketika istisqa?
1. Sayyidina Anas mungkin tidak pernah melihat Nabi mengangkat tangannya setinggi itu dalam berdoa. Tetapi bukan berarti Nabi tak pernah mengangkat tangan dalam berdoa. Nabi mengangkat tangan dalam berdoa dalam kesempatan lain, tetapi tidak setinggi itu.
2. Tidak melihatnya Sayyidina Anas tidaklah dapat dijadikan patokan. Sangat mungkin shahabat lain melihatnya. Dari mana Sayyidina Umar mencontoh kalau bukan dari Nabi?
3. Kalau pun Nabi tidak mengangkat tangannya setinggi itu selain dalam istisqa, maka perbuatan Sayyidina Umar menjadi pelajaran bagi kita agar kita tidak picik dalam memahami hadits.
Tak ada satu penjelasan pun mengenai hadits tersebut yang menyatakan bahwa Nabi tak pernah mengangkat tangan kecuali dalam istisqa, kecuali penjelasan dari mereka yang sempit ilmunya.
Menurut Imam Nawawi, persoalannya bukanlah tidak mengangkat tangan dalam berdoa di luar istisqa, bahkan justeru ada banyak hadits yang menyatakan bahwa Nabi mengangkat tangannya ketika berdoa di luar istisqa, setidaknya ada 30 hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam mengangkat tangannya dalam berdoa di luar istisqa. (Lihat Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim VI:190)
وَلَيْسَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ بَلْ قد ثبت رفع يديه ص فِي الدُّعَاءِ فِي مَوَاطِنَ غَيْرِ الِاسْتِسْقَاءِ وَهِيَ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تُحْصَرَ وَقَدْ جَمَعْتُ مِنْهَا نَحْوًا مِنْ ثَلَاثِينَ حَدِيثًا مِنَ الصَّحِيحَيْنِ أَوْ أحدهما
Maka dalam hal ini, kita kembali kepada dalil umum bahwa Nabi mengangkat tangan dalam berdoa dan menganjurkan kita untuk mengangkat tangan dalam berdoa. Selama tak ada larangan untuk mengangkat tangan dalam berdoa, maka dalil umum itu tetap berlaku, kecuali ada takhshishnya. Dan hadits Anas bin Malik tak dapat dijadikan takhshish. Karena persoalannya bukanlah tidak mengangkat tangan di luar istisqa, tetapi Anas tidak melihat Nabi mengangkat tangan setinggi itu dalam berdoa kecuali dalam istisqa. Tetapi Umar mungkin melihat beliau shollallohu ‘alayhi wa sallam mengangkat tangan setinggi itu dalam berdoa di luar istisqa. Jika Nabi memang tak pernah mengangkat tangan setinggi itu di luar istisqa, maka perbuatan Sayyidina Umar menjelaskan bolehnya mengangkat tangan tinggi-tinggi di luar istisqa walau pun Nabi tak mencontohkan.
ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلَاثًا
Kemudia Beliau mengangkat tangan Beliau sehingga terlihat oleh kami ketiak Beliau yang putih, (dan berkata): “Ya Allah bukankah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan….” sebanyak tiga kali. [Shahih Bukhari no. 2407 dari Abu Humaid as-Sa'idiy]
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ ، عَنْ سَلْمَانَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ ، يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ أَنْ يَرْفَعَ إِلَيْهِ يَدَيْهِ ، فَيَرُدَّهُمَا صِفْرًا
Dari Abu ‘Utsman (an-Nahdhi), dari Salman (al-Farisi), dari Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam, bersabda: Sesungguhnya Rabbmu itu Pemalu yang Mahadermawan, Dia malu terhadap hamba-Nya yang mengangkat tangannya kepada-Nya, lalu menurunkan kembali kedua tangannya dengan hampa. [Sunan ibnu Maajah no.3865, Shahih ibnu Hibbaan no.876, Sunan at-Tarmidzi no. 3556, Sunan Abu Dawud no.1488]
Hadits di atas menunjukkan bahwa mengangkat tangan merupakan salah satu adab dan salah satu sebab terqabulnya doa. Karena Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya yang mengangkat tangan untuk meminta kepada-Nya itu turun tangannya dengan tangan hampa, melainkan Allah mengabulkan permohonannya itu. Allah malu jika hamba-Nya tidak mendapatkan apa yang ia mohon, sedangkan ia telah mengangkat tangannya di hadapan-Nya.
Jika ada seorang dermawan yang pemalu didatangi seorang pengemis, lalu pengemis itu menengadahkan tangannya kepada si dermawan pemalu itu, apakah si dermawan pemalu akan membiarkan pengemis itu berlalu dengan tangan kosong? Allah adalah Yang Mahadermawan lagi Pemalu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar