Rabu, 02 November 2011

Sisi Manusiawi Rasulullah Muhammad SAW

Muhammad saw. menunjukkan perilaku unik dan mengagumkan dalam segala sisi hidupnya yang beragam. Dalam setiap jenak hidup, Muhammad saw. menjadi teladan mulya dan figur yang mengesankan. Muhammad saw. bukan hanya sebagai politikus an sich. Bukan sekedar panglima perang belaka. Bukan reformis sosial masyarakat saja. Bukan juga sekedar tokoh yang sisi manusiawinya menakjubkan. Ternyata semua sisi itu menyatu dalam pribadi Muhammad saw. yang sempurna. Tidak ada satu orang pun yang bisa menyamai ketinggian akhlaknya. Tidak ada yang bisa menyamai kemulyaan kepribadiannya.
Kita akan menyuguhkan kepada pembaca bahwa Muhammad saw. insan yang memiliki sisi empati dan peduli sangat tinggi. Sisi empati dan peduli ini meliputi siapa saja yang ada di sekitanya: orang dekatnya, sahabatnya, keluarganya, putra-putranya, bahkan terhadap para musuh. Tidak hanya sampai di situ, Muhammad saw. berlaku sangat manusiawi terhadap hewan sekali pun.


Pertama, Sisi Manusiawi Muhammad Terhadap Sahabat-Sahabatnya

Muhammad saw. sangat mencintai sahabat-sahabatnya. Muhammad saw. menunjukkan kasih sayang kepada mereka. Muhammad saw. memanggil mereka dengan panggilang yang sangat mereka sukai. Muhammad saw. sigap memberi pelayanan kepada mereka. Bahkan Muhammad saw. berusaha menjadikan sahabatnya bisa rehat.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah saw. memberi minum kepada para sahabatnya. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah saw. hendaknya Engkau meminum terlebih dahulu? Rasulullah saw. Menjawab: “Pemberi minum suatu kaum, ia paling akhir meminum.”

Muhammad saw. sangat tidak suka ada sahabatnya yang memposisikan dirinya sebagaimana penguasa kaisar Romawi dan raja Persia. Para pengikut kedua penguasa itu memuja dan mengagungkan keduanya sangat berlebihan.

Suatu ketika ada seseorang masuk menemui Muhammad saw., tiba-tiba ia merasa merinding dihadapan keagungan Muhammad saw. Maka Muhammad saw berkata kepadanya: “Tenangkan dirimu, saya bukanlah seperti raja. Saya adalah putra dari seorang perempuan Quraisy yang juga memakan Qadid.”

Muhammad saw. selalu bertanya kabar sahabatnya dan memeriksa kondisi mereka. Muhammad saw. mengundang mereka yang tidak kelihatan. Muhammad saw. membesuk yang sakit. Mengantar dan mensholatkan yang meninggal.

ابن عمر – رضي الله عنهما – كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا صلى الغداة أقبل عليهم بوجهه فقال: هل فيكم مريضا فأعوده ؟ فإن قالوا: لا؛ قال: هل فيكم جنازة أتبعها ؟ فإن قالوا: لا؛ قال: من رأى منكم رؤيا فليقصها علينا ؟!).

Dari Ibnu Umar ra, berkata: “Rasulullah saw. Jika shalat subuh, beliau menghadapkan tubuh dan kepalanya ke jama’ah. Rasulullah saw. bertanya: “Adakah di antara sahabat yang sakit, sehingga saya akan menjenguknya? Jika sahabat menjawab, “Tidak ada”. Rasulullah saw. bertanya lagi, adakah di antara kalian yang meninggal sehingga saya akan mengantarnya? Jika mereka menjawab, tidak ada. Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang mempunyai keinginan, maka ceritakanlah kepadaku?!”

Cinta Muhammad saw. kepada sahabat-sahabatnya sungguh sangat besar. Kasih sayang Muhammad saw. sungguh sangat luas diberikan kepada mereka. Sampai-sampai Muhammad saw. mencurahkan segala pikiran dan kepeduliannya untuk mereka. Muhammad saw. bersedih hati, mengalir air matanya dan tersayat hatinya jika mendengar ada sahabatnya yang menderita.

ففي رواية ابن عمر – رضي الله عنهما – (قال اشتكى سعد بن عبادة شكوى له فأتاه النبي صلى الله عليه وسلم يعوده مع عبد الرحمن بن عوف، وسعد بن أبي وقاص وعبد الله بن مسعود؛ فلما دخل عليه فوجده في غاشية أهله قال: قد قُضي – أي مات – ؟ قالوا: لا يا رسول الله؛ فبكى النبي صلى الله عليه وسلم فلما رأى القوم بكاء النبي بكوا، فقال: ألا تسمعون؟ إن الله لا يعذب بدمع العين، ولا بحزن القلب؛ ولكن يعذب بهذا وأشار بيده إلى لسانه).

Diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra. berkata, “Suatu hari Sa’ad bin Ubadah mengadu kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. membesuk kerumahnya bersama Abdur Rahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika Rasulullah saw. masuk ke dalam rumahnya, Rasulullah saw. melihat Sa’ad bin Ubadah dalam kondisi sangat sedih. Rasulullah saw. bertanya, Apakah sudah dipanggil Allah? Sahabat menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw. menangis. Ketika para sahabat melihat Rasulullah saw. menangis, mereka menangis juga. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah kalian mendengar? Bahwa Allah tidak mengazab air mata yang mengalir, hati yang sedir. Akan tetapi Allah mengazab ini, sambil beliau mengisyarakatnya pada lisannya.”

Sisi Manusiawi Yang Seimbang

Kecintaan dan kasih sayang Muhammad saw. terhadap para sahabatnya tidak menjadikan beliau diam melihat kesalahan, tidak menegakkan kebenaran, dan tidak melaksanakan putusan qishas secara adil bagi mereka. Ya, Muhammad saw. manusia yang seimbang, beliau mengikat perasaan dan jiwanya dengan akal sehat dan kebenaran.

Inilah metode seimbang yang lazim bagi Muhammad saw., sampai pun terhadap perlakuan terhadap anggota keluarganya. Sungguh Muhammad saw. mencurahkan cintanya kepada istri-istrinya. Mencurahkan perhatian dan kehalusan perasaan terhadap mereka. Namun, Muhammad saw. tidak membiarkan cintanya kepada salah satu mereka menjadikan Muhammad saw. membenarkan permusuhan dan perilaku melampaui batas.

تقول عائشة – رضي الله عنها – « ما رأيت صانعة طعام مثل صفية بنت حي أهدت إلى النبي إناء فيه طعام وهو عندي” تعني النبي” فما ملكت نفسي أن كسرته فقلت: يا رسول الله ما كفارته؟ قال إناء بإناء وطعام بطعام».

Aisyah berkata, “Saya tidak melihat ada yang lebih baik masakannya, seperti Shafiyyah binti Hayyi. Shofiyyah menyuguhkan makanan kepada Muhamamd saw. di rumah saya. Melihat itu saya cemburu, tidak bisa menah diri sehingga saya pecahkan piring itu. Maka saya menyesal dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apa balasan perilaku saya ini? Muhammad saw. Menjawab, “Makanan dibalas makanan, pering dibalas piring.”

Kedua, Sisi Manusiawi Muhammad Terhadap Istri-Istrinya

Muhammad saw. Berlimpah cinta terhadap istri-istrinya dan berdekat-dekat dengan mereka. Muhammad saw. melaksanakan apa saja yang menjadikan ikatan di antara mereka menjadi lebih kuat.

Adalah Aisyah ketika minum air gelas, maka Muhammad saw. meminum gelas tadi persis dibagian yang sama Aisyah minum. Muhammad saw. memberlakukan mereka dengan perlakuan sisi manusiawinya, yang difitrahkan Allah. Muhammad saw. tidak memaksakan diri dan membuat-buat.

Inilah sisi rahasia keagungan Muhammad saw. inilah titik tolak keteladanan sirah Muhammad saw., Beliau berada di masjid membaca Al Qur’an sedangkan kepalanya di julurkan ke kamarnya.

Boleh jadi Aisyah sedang haidh, maka Muhammad saw. memerintahkannya untuk memakai selendang, kemudian beliau melanjutkan bertelekan pada diri Aisyah.

Muhammad saw. mencium Aisyah, padahal beliau dalam kondisi shaum.

Dan di antara sikap lembut beliau, ketika Asiyah menyandarkan dagunya di pundak Muhammad saw. sehingga Aisyah melihat permainan perang orang-orang Habasyah di masjid.

Muhammad saw. berbaur dengan para istri-istrinya, dan memenuhi keinginan mereka, maka Muhammad saw. mengambil anak-anak perempuan kaum Anshar dibawa ke Asiyah untuk sama-sama bermain dengannya.”

Keterangan lain yang sering diriwayatkan adalah perlombaan lari antara Muhammad saw. dengan Asiyah. “Suatu kali Aisyah menang dalam lomba lari, lain kali Muhammad saw. mengalahkan Aisyah. Dan Muhammad saw. mengatakan: “Kemenangan ini untuk membalas kekalahan sebelumnya.”

Ketiga, Sisi Manusiawi Muhammad Terhadap Putra-Putranya

Muhammad saw. merendahkan lambungnya terhadap putra-putranya. Muhammad saw. memahami tabiat mereka masing-masing, dan karena itu Muhammad saw. mencium, membelai dan mendekap mereka. Muhammad saw. melayani mereka. Muhammad saw. sabar terhadap kekurangan mereka. Muhammad saw. tidak ingin memutus kegembiraan dan kebahagiaan mereka, meskipun beliau berada dalam kondisi menghadap Allah swt.:

وقد ثبت عنه صلى الله عليه وسلم: « أن الحسن بن علي – رضي الله عنهما – دخل عليه وهو يصلي وقد سجد؛ فركب ظهره؛ فأبطأ في سجوده حتى نزل الحسن فلما فرغ قال له بعض أصحابه: يا رسول الله: قد أطلت سجودك، فقال: إن ابني قد ارتحلني فكرهت أن أعجله».

Muhammad saw. suatu ketika telah shalat. Hasan bin Ali ra, masuk mendekatinya. Ketika beliau sujud, Hasan naik di pundak Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. melamakan sujudnya, sehingga Hasan turun. Ketika Rasulullah saw. selesai shalat, sebagian shabat bertanya kepadanya, “Apa yang menjadikan Engkau lama dalam sujud? Beliau menjawab, “Sesungguhnya putraku telah naik di pundakku, maka saya tidak ingin mengusiknya dengan segera berdiri dari sujud.”

وعن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال: « قبل النبي الحسين بن علي وعنده الأقرع بن حابس فقال: إن لي عشرة من الولد ما قبلت منهم أحدا!! فنظر النبي إليه فقال: « من لا يَرحم لا يُرحم»،

Dari Abu Hurairah ra berkata, “Nabi mencium Husain bin Ali, disampingnya ada Al Aqra’ bin Habis. Maka ia bertanya, “Saya mempunyai sepuluh anak, kesemuanya tidak saya cium! Maka Muhamamd saw. memandanginya seranya bersabda, “Barangsiapa tidak sayang, ia tidak disayang.”

وجاء أعرابي إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: تقبلون الصبيان؟ فما نقبلهم!! فقال النبي صلى الله عليه وسلم: أو أملك لك إن نزع الله من قلبك الرحمة».

Orang Arab Badui mendatangi Muhammad saw. seraya berkomentar, “Kalian mencium anak-anak kalian? Sedangkan kami sama sekali tidak melakukan demikian!! Maka Muhamamd saw. menjawab, “Atau apakah saya berkehendak bagimu agar Allah mencabut sikap kasih sayang dari hatimu?” Tentunya tidak!

Keempat, Sisi Manusiawi Muhammad Terhadap Musuhnya

Sisi sikap manusiawi yang sangat menakjubkan Muhammad saw. adalah pema’af, adil dan seimbang mensikapi permusuhan dan penentangan musuhnya. Meskipun Muhammad saw. mendapat perlawanan, tindak kedzaliman, konspirasi, baikot, isolasi bahkan upaya membunuhnya. Sedikitpun perilaku musuhnya itu tidak menyempitkan dadanya untuk memberi ma’af kepada mereka. Muhammad saw. masih menyapa mereka, bahkan beliau membuka lebar kedua tangannya seraya berdo’a:

(اللهم اغفر لقومي فإنهم لا يعلمون)

“Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”

Hampir-hampir Muhammad saw. menyengsarakan dirinya karena banyak memikirkan mereka sepanjang waktu. Muhammad saw. berusaha untuk mengentaskan kehidupan meeka dari kekufuran dan menyelamatkan mereka dari api neraka di akhirat kelak. Al Qur’an menceritakan itu dalam Surat Al Akhfi:6

“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu, karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).”

وعن عائشة – رضي الله عنها – قالت: لما كذب الرسول صلى الله عليه وسلم قومه أتاه جبريل – عليه السلام – فقال: إن الله تعالى قد سمع قول قومك لك، وما ردوا به عليك، وقد أمر ملك الجبال لتأمره بما شئت فيهم فناداه ملك الجبال وسلم عليه وقال: مرني بما شئت: أن أطبق عليهم الأخشبين فقال صلى الله عليه وسلم: «بل أرجو أن يخرج الله من أصلابهم من يعبد الله ولا يشرك به شيئا»،

Diriwayatkan dari Aisyah ra, berkata: “Ketika Rasulullah saw didustakan oleh kaumnya, Jibril alaihis salam mendatanginya seraya berkata, “Sungguh, Allah swt mendengar ucapan kaummu tentang Engkau, mereka menginginkan kecelakaan bagimu. Dan Malaikat Gunung telah diperintahkan kepadamu, agar Engkau memerintahkan sesuka kehendakmu. Malaikat gunung menawarkan kepada Muhammad saw. “Perintahkan aku apa yang Engkau mau.” Agar aku menimpakan dua gunung besar itu kepada mereka. Maka Muhammad saw. menjawab, “Bahkan saya berharap agar Allah swt melahirkan dari keturunan mereka, orang yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun.”

Dunia sama sekali tidak pernah melihat ada seorang yang memiliki sarana kekuatan, sebab pembalasan, dan kebolehan menyiksa dan membunuh, namun ia mampu mengendalikan dirinya, dibanding Muhammad saw. yang justeru memaafkan musuhnya. Sabar terhadap perilaku buruk yang menimpanya. Bahkan Muhammad saw. membalas keburukan dengan kebaikan, dan kemulyaan.

جاء زيد بن سعنة اليهودي يتقاضى النبي صلى الله عليه وسلم دينا كان عليه فحبذ ثوبه عن منكبه، وأخذ بمجامع ثيابه وأغلظ له، ثم قال: إنكم يا بُني المطلب مطل؛ فانتهره عمر، وشدد له في القول، والنبي صلى الله عليه وسلم يبتسم!! ثم قال: إنا وهو كنا إلى غير ذلك أحوج منك يا عمر!! تأمرني بحسن الأداء، وتأمره بحسن القضاء ثم قال له: لقد بقي من أجله ثلاث، ثم أمر عمر أن يقضيه ماله، ويزيده عشرين لما روعه؛ فكان ذلك سبب إسلام زيد “رضي الله عنه”.

Adalah Zaid bin Sa’nah, seorang Yahudi yang menagih hutang kepada Muhammad saw. dengan kasar. Si Yahudi itu menarik selendang di pundak Muhammad saw. dengan sekencang-kencangnya yang menyebabkan leher mulia beliau tersayat kemerahan. Sambil menghardik ia berkata, “Kalian wahai keturunan Muthallib suka mengulur-ulur hutang. Melihat perilaku kasar dan tidak sopan itu, seketika Umar berdiri ingin memenggal kepalanya. Sambil tersenyum Muhammad saw. meminta kepada Umar, mengatakan kepada Muhammad saw. agar melunasi hutang dengan baik. Dan menyuruh Si Yahudi menagih dengan cara baik-baik. Kemudian Muhammad saw. berkata kepada Si Yahudi, Bagimu pengembalian tiga. Kemudian Muhammad saw. memerintahkan umar untuk melunasinya dan menambahinya dua puluh lagi. Perilaku yang demikian menyebabkan Si Yahudi itu masuk Islam. Radhiyallahu an Zaid.”

Kelima, Sisi Manusiawi Muhammad Terhadap Hewan

Muhammad saw. memberlakukan hewan sebagaiman binatang yang memiliki ruh, nyawa: merasakan lapar, dahaga, dan merintih karena letih dan sakit. Hewan merasakan apa yang dirasakan oleh manusia. Karena itu kita lihat Muhammad saw. merasa kesakitan dan merintih hatinya manakala melihat ada hewan yang merasakan sakit karena lapar.

فعن سهل بن الحنظلية – رضي الله عنه – قال : «مر رسول الله صلى الله عليه وسلم على بعير قد لصق ظهره ببطنه؛ فقال: «اتقوا الله في هذه البهائم المعجمة فاركبوها صالحة وكلوها صالحة»،

Diriwayatkan dari Sahal bin Al Handhalah ra. berkata, “Rasulullah saw. suatu hari melewati seekor onta yang menahan beban berat di punggungnya. Maka Rasulullah saw bersabda, “Takutlah kepada Allah, dalam memperlakukan hewan ternak. Naikilah dengan cara baik dan beri makanlah dengan cara yang baik pula.”

Sungguh, agung pribadimu Ya Rasulallah, meskipun tanggung jawab Engkau besar, dan tugas Engkau banyak, namun Engkau tidak melalaikan untuk memperhatikan apa yang menimpa hewan. Engkau menasehati agar hewan itu diberlakukan baik dan dipelihara dengan baik.

Perasaanmu pernah terusik gara-gara melihat anak burung yang diceraikan dari ibunya. Abdullah bin Umar meriwayatkan: “Suatu hari kami bersama dengan Nabi Muhammad saw. dalam safar. Beliau saw. memenuhi hajatnya. Ketika itu beliau melihat ada dua burung kecil yang diambil dari ibunya. Maka Nabi saw. mengatakan, “Siapa yang menjadikan anak burung ini ketakutan? Kembalikan anak burung ini kepada ibunya.”

Peristiwa ini tidaklah mengherankan, karena kita teringat bukankah Allah swt pernah mencela salah satu Nabi-Nya, hanya gara-gara ia membakar rumah semut? Sedangkan Nabi kita saw. yang mengatakan demikian, tidak mungkin beliau saw. melanggarnya sendiri?

Ya Ilahi, betapa besar rasa kasih sayang Muhammad saw. Betapa agung teladan Muhammad saw., terhadap semut dan burung saja tidak menjadikan beliau melanggar kasih sayang, apalagi terhadap manusia, tentu tidak mungkin Muhammad saw. memaksakan kehendak dan mendzalimi mereka. Allahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar